Minggu, 01 Mei 2016

Kopi Susu

Selayaknya kopi,
Aku belum bisa menyukai kopi hitam yang pahit
Aku selalu suka yang manis
Manis yang membuat “mood”ku turut bagus.
                  
Hidup ini sudah sering merasakan pahit
Meski pahitnya tak sepahit obat malaria
Rasanya Tak perlulah lagi aku berusaha  keras menyukai yang pahit-pahit
Biarlah yang manis saja, supaya hatiku juga merasakan manis..

Kopi pakai susu
Itu lebih aku suka
Sebab susunya membuat kopi terasa nikmat dan gurih
Dan hidup ini juga seharusnya seenak kopi susu, bukan???

Nyatanya,
Wujudku hari ini sama seperti si kopi hitam
Yang masih menanti tuangan susu segera bercampur dengannya
Mencari takaran susu yang paling pas dengannya
Dan menunggu kapan susu itu bisa melebur bersamanya.

Kopi susu nan hangat
Sungguh sebuah perpaduan yang selalu dinantikan
Untuk mereka-mereka yang sedang dalam pemberhentian
Berhenti untuk mendapat kepastian akhir dari sebuah penantian.


Medan, 30 April 2016


C I N T A

Satu kata namun banyak membuahkan tanya
Seperti aku saat ini
Yang bahkan mulai dungu apa arti cinta
Saat aku nyaman dengan seorang lelaki humoris, apakah itu cinta?
Saat aku kagum dengan seorang lelaki berkharisma, apakah itu cinta?
Saat aku simpati dengan seorang lelaki berhati dermawan, apakah itu cinta?
Dan saat aku menyukai seorang lelaki tanpa sebuah alasan, apakah itu cinta?

Hhhhh...
Terkadang aku tak tahu kapan aku benar-benar bisa merasakan cinta
Aku tak pernah tau seperti apa wujudnya cinta
Aku mungkin terlalu polos untuk mengerti cinta
Hingga aku tak bisa membedakan hakikat cinta yang sebenarnya

Aku yang tak pernah menjalin sebuah hubungan yang lazim disebut “pacaran”
Meski pada nyatanya aku sering merasa tlah merasakan jatuh cinta
Namun rasa gamang ku lebih besar dibanding rasa yakin
Benarkah ini CINTA?

Lamat-lamat aku berpikir,
Hakikat cinta mungkin akan kulihat
Saat sang Maha Cinta menyandingkanku dengan pasangan cinta
Yg tlah kucari dan kunanti

Mungkin disanalah cinta akan kumengerti
Tanpa ada ragu dan gamang lagi
Tanpa ada tanya tak berjawab
Dan aku percaya
Sang Maha Cinta sedang mempersiapkannya bagiku
Sembari usahaku memantaskan diri terus berjalan
Untuk menggapainya di titik persada cinta.


Medan, 30 April 2016

Hari Bahagiamu (Sahabatku Retno Farid)

Hari ini kulihat aura bersinar terpancar di wajahmu sobat
Lebih cantik dari biasanya
Tepat di hari itu, Jumat yang berkah
Kau terima ikrar suci dari belahan jiwamu yang selama ini dinanti

Masih jelas diingatanku
Lampau lalu,
Musim berganti musim
Kau kerap bercerita gundahmu tentang siapa jodohmu
Kadang kita menangis bersama, gundah bersama, lalu tertawa bersama
Menertawakan perjalanan dan kisah-kisah kita.

Hari ini terlihat air mukamu bahagia
Meskipun cemas-cemas ringan tersirat di wajahmu yang cantik
Detik-detik ikrar itu kau awali dengan tangis haru
Bersimpuh dihadapan ayah bunda
Melepas tangismu untuk menyambut senyumanmu.

Alhamdulillah..
Ikrar itu pun berakhir
Lega dan haru menyelimuti pesonamu kala itu
Diiringi lantunan firman suci Sang Maha Kasih
Menerobos relung hati setiap yang menyaksikannya
Dan aku sobat..
Yang tengah duduk di bangunan suci ini
Turut merasa bahagia
Membayangkan seakan aku juga berada di posisi itu
Ingin rasanya segera menyusulmu
Bersanding dengan belahan jiwaku
Meskipun saat ini belum bisa kubayangkan bagaimana sosoknya
Kapan kami bertemu
Dan siapakah dirinya

Tahukah kamu, sobat..
Bahagiamu hari ini sama seperti bahagiaku melihatmu
Cinta dan kasih persahabatan kita
Tlah menguatkanmu tuk tak lelah menunggu
Hingga ia datang menjemputmu.

Raihlah genggaman kekasihmu
Biar mulai kulepas genggamanku darimu
Genggaman yang tergantikan dengan genggaman suci yang lebih kuat dan kokoh
Menopang dan melindungimu kelak.
Kulepas bukan berarti kita tak saling memperhatikan lagi
Karena aku percaya kau akan lebih terjaga di tangan itu.

Sobat..
Mungkin suatu saat nanti kau merindukan masa-masa persahabatan kita lagi
Datanglah dan ceritalah..
Pintu ini akan selalu terbuka
Untuk persahabatan kita yang abadi


Duri, Jumat 22 April 2016



Jumat, 01 April 2016

“ MELAWAN TIDAK TAU”

Malam ini aku dibangunkan
Dari sebuah tidur yang lelap namun dengan mata terbuka
Malam ini aku digoncangkan
Dari ringkukan panjang yang kaku hingga beku karena ‘ketidaktauan’

Hhhhh..ternyata aku tak tau
Masih banyak hal yang aku tidak tau
Dan aku hampir tidak tau bahwa aku tidak tau
Sungguh miris- kan kawan???

Bayangkan,
Aku tidak tau ‘sejarah’ itu kawan
Aku bahkan malu pada diri sendiri mengapa aku tidak tau
“Pulau Buru” Tanah Air Beta
Pernahkah kalian dengar cerita tentang 12.000 ‘Tapol’ yang diasingkan di Pulau Buru?
Semoga aku saja yang tidak tau, begitu ucapku dalam batin.

Sejarah itu dipertontonkan dalam bungkusan film dokumenter
Karya pemuda bangsa yang ingin membayar utangnya pada sejarah
Pemuda yang gusar karena tau ada yang asing di catatan sejarah itu
Utang yang ia anggap lunas saat karya itu nyata

Kini, dihadapan kami  dia perlihatkan karya itu
Di depan beberapa pemuda-pemudi yang ingin sekedar tau atau bahkan ingin sangat tau
Meski karyanya pernah ditolak, tapi kebenaran takkan menolak bung!!!
Lihatlah di sekelilingmu, masih banyak pemuda-pemuda yang menerima karyamu.

Malam ini, karya itu tlah membelalakkan mataku dan mata mereka
Membuka katup-katup ingin tauku tuk mencongkel cerita Pulau Buru “mu”
Malam ini, kami menyaksikan
Seorang kakek yang terlihat segar dengan panggilan ‘Bung’
Ia adalah saksi sejarah tahun 65 silam itu
Kisahnya dan kisah ribuan pemuda lain di Pulau itu tlah menganga

Sebab ulah kejahilan yang positif dari seorang anak muda yang merasa punya sebuah utang bagi bangsanya
Ia berani membuka tabirnya yang selama ini tertutup dan menggelapi sebuah fakta
Berlembar-lembar catatan sejarah Pulau Buru di tahun 65.

Kini, Karya itu hadir
Karya itu lahir
Menggeliat dan keluar akibat sebuah pergolakan pemikiran.

Dan kini, karya itu tlah membayar
Meskipun “mereka-mereka” mungkin tak pernah mau membayar
Namun kami tau kawan..
Karya kalian akan mengobati sisa luka dendam pemuda-pemuda bangsa tak bersalah
Karya kalian akan membayar utang kebahagiaan anak cucu mereka
Mereka yang tak sempat kita kenal karena gugur tanpa NAMA

Mungkin catatan ini hanya segelinitir dari beberapa catatan lain yang masih tertutup oleh payung-payung kekuasaan
Tak terungkap atau bahkan tak bisa lagi diendus keberadaannya
Namun kebenaran sejarah tetaplah kebenaran
Yang akan muncul meski harus menunggu lama
Menunggu hingga ada seseorang yang tega membukanya kembali

Sejarah itu tak meminta waktunya diputar kembali
Sejarah itu tak meminta sebuah penghakiman
Sejarah itu tak meminta penghargaan materiil dari segenap kepedihannya di masa lalu.

Sama halnya dengan sejarah ini kawan..
Sejarah Pulau Buru hanya meminta sebuah kata namun beribu makna :
 “PENGAKUAN”


 Kedai Boggie, 01 April 2016
*By Faridah Hanum Rajagukguk
*Terinspirasi dari film Dokumenter “Pulau Buru Tanah Air Beta” karya Rahung Nasution

*Salam takjim untuk Bapak Astaman Hasibuan “ saksi hidup kisah Tahanan politik di Pulau Buru”

Faridah Hanum Rajagukguk: Bulan "Admirer"

Faridah Hanum Rajagukguk: Bulan "Admirer": Bulan mengintip di balik awan, Malu-malu tampakkan wajahnya dengan bentuk sabit yang tak sempurna, Bulan mengintip di balik awan, Bers...

Bulan "Admirer"




Bulan mengintip di balik awan,
Malu-malu tampakkan wajahnya dengan bentuk sabit yang tak sempurna,
Bulan mengintip di balik awan,
Bersembunyi namun cahayanya tetap menghangatkan malam

Bulan bukan tak mau beranjak dari balik tabir awan
Lantas, kenapa bulan berdiam???
Bulan pun berkata dengan isyarat cahayanya..

Saat aku setengah bersembunyi, aku tetap dapat menyinari meskipun dengan bentuk tak sempurnaku bukan?
Disaat itulah aku ingin menguji manusia
Bukankah akan lebih indah jika aku menemukan manusia yang menghargai ketidaksempurnaanku ini?
Sosok manusia itu melihatku dari bawah sana dengan mata yang berbinar sembari berkata, "Wah, bulat sabitnya menawan"..
Begitu pula saat aku tengah bulat sempurna, sosok itu berkata, " wah, bulannya bulat menawan".
Bukankah lebih bahagia jika aku mendapati sosok manusia yang bisa menemukan setiap sisi indahku dari bentuk kesempurnaan atau bahkan ketidaksempurnaan penampakanku?

Di kala aku bulat sempurna, ia elu-elukan aku,
Namun di saat aku muncul sebagian atau  tak muncul karena tertutup awan, ia malah enggan mengingat bahkan malas menungguku..
Bukan..bukan itu yang kumau.

Mungkin bulan memang sedang menguji ya..
Mungkin bulan memang sedang mencari

Menunggu lama tak mengapa baginya
Hingga waktu bersedia menjawabnya
Mempertemukan si bulan dengan pengagumnya

Dan kini terdengar bisikan lirih dari bulan
Ia berbisik diantara selisik angin malam
Bulan admirerku, temukanlah aku...


*By Faridah Hanum Rajagukguk
*Medan, 30-03-2016

Selasa, 22 Juli 2014

Sepenggal kisah "Perjalanan lepasnya choco chipku"

Hari ini adalah hari terakhir aku melihat 'tanda lahir' yang sering kunamai "my choco chip" karena bentuk dan warnya yang begitu mirip. Dia telah menemani dan menghias wajahku sejak aku lahir tepat di sebelah kiri atas bibirku. Awalnya aku tidak merasa terganggu karenanya meskipun semakin aku bertambah besar dan dewasa, ia pun mengikuti bertambah besar juga. Hari-hariku lalui bersamanya. Orang-orang bahkan mudah mengenal dan mengingatku karena si choco chipku.

Hingga suatu ketika, saat aku berkonsultasi dengan dokter spesialis kulit, sang dokter pun menganjurkan agar diangkat atau dalam bahasa medinya di eksisi. Eksisi adalah cara yang paling tepat untuk membuang choco chip dari wajahku. Ada rasa sedih yang mencuat dalam batinku, apakah aku harus membuangnya sementara ia sudah sangat melekat dalam diriku.

Aku kembali ke rumah dan mencoba berpikir ulang. Shalat istikharah pun aku tunaikan. Aku tidak mau nantinya, keputusan yang aku ambil akan berdampak tidak baik bagiku.
Keesokan harinya, aku pun memantapkan pilihanku untuk dengan rela hati membuang si choco chip. Aku pun menghubungi dokter dan meminta waktu kapan bisa dilakukan tindakan. Sang dokter pun memintaku untuk datang keesokan harinya.

Aku pikir jalan atau prosesnya akan berjalan mulus, tapi ternyata tidak. Lika-liku pun aku lalui, kalau dihitung-hitung sudah 3 kali aku gagal dioperasi karena berbagai alasan. Mulai dari menunggu berjam-jam agar bisa bertemu dengan dokter, hingga kejadian-kejadian lainnya yang membuatku harus banyak bersabar. Gagal ke I karena aku tidak bawa uang cash dalam jumlah yang banyak untuk biaya operasi dan rumah sakit. Pada awal-awal konsul, sang dokter hanya bilang, kemungkinan biayanya sekitar 800-1 juta. Saat aku sudah mau dioperasi, si dokter bertanya kembali, berapa uang yang kamu siapkan? Aku jawab "1,5 jt dok". Dia pun menjawab lagi, spertinya itu tidak cukup. Nantinya itu hanya untuk biaya rumah sakit seperti sewa ruang operasi, sewa alat, bahan, dll. Dalam hatiku berkata, kemarin dokter ini mengatakan tidak seperti itu, aku hanya disuruh siapkan dana 800-1 juta. Aku pun mulai gelisah karena dana yang dibawa pas-pasan. Alhasil hari itu, batal..tidak jadi operasi karena maslah uang.

Gagal ke II karena aku tidak bawa keluarga atau teman yang menjadi pendamping dan penandatangan form persetujuan operasi. Sama halnya dengan yang diatas, sang dokter pun tak ada memberi pesan sebelumnya bahwa ketika operasi harus bawa teman/keluarga. Dalam pikiran saya, operasi minor seperti ini tak lah harus didampingi keluarga, jadi aku pun datang sendirian. Yang parahnya lagi, dokter dan perawat meminta harus ada keluarga yang mendampingi pada saat aku sudah masuk ke ruang khusus operasi dan sudah memakai pakaian operasi.

Di dalam ruangan itu aku bertanya-tanya, apakah operasi minor sperti itu harus dilakukan dalam ruangan operasi yang sbesar dan selengkap ini? Pantas saja biaya yang ditawarkan oleh si dokter lumayan mahal. ya iyalah..ruang operasinya aja mesti sperti ini? Namun, karena sudah terlanjur basah dan berada di dalam ruangan itu, aku pun tak berani komentar apa-apa. 10 Menit kemudian, aku didesak agar secepatnya meminta suadara/teman datang ke rumah sakit.  Aku pun sontak saja menghubungi teman terdekatku yang sudah kuanggap seperti adik sendiri yang memang sudah berjanji akan datang pada saat aku dioperasi.

Namun karena pada jam tersebut, si adik ada acara di suatu tempat, ia pun belum jadi datang. Pada saat aku menghubunginya,  Si adik pun cepat-cepat bergerak menuju ke rumah sakit. Namun pada saat itu, ternyata jalanan sangat macet. Sang dokter pun selalu bertanya, bagaiamana? Masih lama lagi ga? Kalau masih lama, kita batalkann saja ya, saya masih ada jadwal visit lagi. Dalam hatiku mulai gondok sama tindakan dokter, bukannya bilang dari kemarin-kemarin, kalau tau dari awal kan sudah bisa mempersiapkan. Lagian logikanya, mana ada pasien diumah sakit manapun yang mau divisit pada saat jam sudah menunjukkan jam 21.30 malam.  Jika dia memang dokter yang baik dan perhatian ke pasiennya, sejak dari awal dia harus memberi tahu apa2 saja yang harus disiapkan. Saat sudah begini, malah aku yang disalahkan. Desakan-desakan selalu dilontarkannya, sembari aku berulang-ulang menelfon si adik sudah sampai mana. Alhasil, karena saking gondoknya, aku bilang saja yasudahlah dokter, kita batalkan saja malam ini. Sang dokter pun mengiyakan dan menjanjikan agar dilanjutkan keesokan harinya.

Gagal ke III pun berlanjut. Meskipun sebenarnya aku sudah sangat gondok sama si dokter, tapi aku berusaha mentolerirnya dan memakluminya. Selain menjaga perasaan si dokter, aku juga tidak mungkin membatalkan janji. Keesokan harinya, aku hubungi kembali si dokter dan mengatakan kalau aku bersedia melanjutkan operasi di malam itu. Namun, tahukah apa jawabannya? "Maaf, malam ini saya banyak pekerjaan, jadi tidak sempat mengoperasi"
Kegondokanku semakin bertambah dan menjadi-jadi. Aku cuma menjawab "baik dok"

Selang waktu 2 hari, tak ada juga kabar dari sang dokter. Lalu aku pun memutuskan untuk mengganti dokter. Untungnya aku berhubungan baik dengan salah satu dokter bedah. Beliau adalah dokter yang menjadi donatur di organisasi yang sedang aku geluti saat ini. Jadi, beliau juga sudah mengenalku dengan baik. Kuberanikan diri untuk menelfon dan berkonsultasi, dan alhamdulillah beliau menyanggupi dan bersedia mengoperasi.

Prosesnya tak seribet dan sekompleks bila dibandingkan dengan dokter yang pertama. Tanggal dan jam operasi ditentukan. Pada saat hari H, jadwal operasi pun ontime. Bukan diruangan operasi yang super ribet dengan administrasi yang super ribet pula, tapi di operasi ruang poli, aku tinggal berbaring, 30 menit kemuadian..selesaiii.. :) Dalam hati aku bergumam, kenapa ga dari dulu aja aku langsung berkonsultasi ke dokter ini?  :)

Benar dalam pikiranku, operasi minor seperti ini kan tidak mesti harus diruangan operasi khusus. Sampai-sampai timbul prasangka tidak baikku kepada dokter yang pertama, apakah dia bertindak seperti agar ia memperoleh banyak masukan "uang"?? Astagfirullah..kubuang jauh-jauh prsangka itu.

Yang terpenting sekarang aku sudah berhasil mengoperasi si choco chipku. Dengan jalan yang dimudahkan, dan dengan dana yang tak terlalu besar sebesar yang pernah diminta oleh dokter pertama.

Pelajaran ke depannya, kalau mau operasi atau tindakan medis apapun, cobalah melakukan komparasi atau perbandingan dengan dokter lain, sehingga kita bisa memilih yang mana yang paling sesuai dengan kita.

Untuk choco chipku tersayang, aku cuma bisa bilang..meskipun kau tak ada lagi bersamaku, tapi keberadaanmu dulu sudah sangat membekas dihatiku dan dihati orang-orang di sekelilingku. Dan aku tak akan pernah lupa itu. :)

Selasa, 22 Juli 2014